Minggu, 19 Juni 2011

TUTORIAL - Struktur Pasar

Oleh : Abdillah Syahroni
AGROEKOTEKNOLOGI A / 0910480001
PENDAHULUAN

Struktur Pasar
Pasar adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara pembeli dan penjual, maka akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli dan penjual.
Struktur Pasar memiliki pengertian penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan industri. Pada analisa ekonomi dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna (yang meliputi monopoli, oligopoli, monopolistik dan monopsoni).

Komoditi hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, merupakan komoditi yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi serta potensi serapan pasar yang cukup baik. Pengembangan agribisnis memerlukan dukungan lembaga pelayanan penunjang agribisnis seperti lembaga keuangan, lembaga penyedia sarana pertanian, lembaga penyedia jasa alsintan, informasi pasar, kelembagaan pasar dan sebagainnya (Anonim, 2003). Dalam kaitannya dengan pemasaran, harga produk ditingkat produsen yang berfluktuasi secara tajam tidak menguntungkan bagi petani karena hal itu dapat menyebabkan ketidakpastian penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya. Resiko usaha yang dihadapi petani akan semakin tinggi jika harga produk yang dihadapi semakin berfluktuasi. Fluktuasi harga tersebut pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara volume permintaan dan penawaran dimana tingkat harga meningkat jika volume permintaan melebihi penawaran, dan sebaliknya. Karena volume permintaan relatif konstan dalam jangka pendek maka fluktuasi harga jangka pendek dapat dikatakan merupakan akibat dari ketidakmampuan produsen dalam mengatur penawarannya yang sesuai dengan kebutuhan permintaan (Hastuti, 2004).
Salah satu karakterisrik komoditi pertanian yang sangat penting dalam mempelajari struktur pasar adalah sifat homogen dan massal. Sifat homogen mengindikasikan bahwa konsumen tidak bisa mengindikasikan sumber-sumber penawaran disubtitusi secara sempurna oleh produsen lainnya. Sifat massal memberikan indikasi bahwa jumlah komoditi pertanian yang dihasilkan seorang produsen dianggap sangat kecil dibandingkan dengan jumlah komoditi total yang dipasarkan., sehingga produsen pertanian secara individual tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar dan bertindak sebagai penerima harga (price taker).
Terdapat empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam menetukan struktur pasar yaitu (1) jumlah dan besar penjual dan pembeli, apakah penjual relatif banyak sehingga tidak terjadi seorang penjual pun yang dapat mempengaruhi harga; (2) keadaan produk yang diperjualbelikan, apakah produk tersebut homogen, berbeda corak ataukah produk tersebut unik sehingga tidak ada penjual lain yang dapat mensubstitusikan produk yang dijual tersebut; (3) kemudahan keluar dan masuk pasar; (4) pengetahuan konsumen terhadap harga dan struktur biaya produksi. Pada umunya karakteristik jumlah penjual dan keadaan komoditi yang diperjualbelikan merupakan karakteristik utama dalam menetukan struktur pasar (Sudiyono, 2001)
STRUKTUR PASAR TANAMAN HORTIKULTURA

Preferensi konsumen dalam membeli produk hortikultura, terutama sayuran dan buah, secara umu lebih tinggi untuk produk segar karena dinilai memliki nilai gizi yang lebih baik. Namun produk hortikultura pada umumnya justru lebih cepat mengalami kebusukan, karena itu setelah dipanen produk hortikultura memerlukan penanganan secara cepat untuk disalurkan pada konsumen. Jika tidak, maka akan terjadi penurunan harga akibat penurunan kesegaran atau mutu produk yang dijual. Oleh karena itulah harga sayuran ditingkat petani sangat fluktuatif dalam jangka waktu yang sangat pendek. Untuk mengurangi resiko penerimaan akibat fluktuasi harga dan kegagalan panen, maka ditingkat petani komoditas sayuran biasanya diusahakan secara tumpang sari. Pola usahatani demikian menyebabkan OPT sayuran lebih beragam, sehingga petani pada umumnya menggunakan pestisida secara intensif yang tentunya akan meningkatkan biaya produksi usahatani.

Contoh kasus harga di tingkat petani dan di tingkat pedagang
Pedagang dari Kupang yang membeli kelapa dan pisang dari pedagang pengumpul desa menikmati keuntungan yang jauh lebih besar daripada yang dinikmati pedagang pengumpul desa tersebut. Dari setiap butir kelapa, pedagang pengumpul desa hanya mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp50, sementara keuntungan yang diterima pedagang dari Kupang bisa mencapai Rp400/butir. Demikian pula dari pisang, pedagang pengumpul desa diperkirakan hanya menerima keuntungan sekitar Rp13.000/tandan, sedangkan pedagang dari Kupang bisa mendapatkan keuntungan lebih dari Rp20.000/tandan.

Pedagang pengumpul desa mengakui bahwa harga jual mereka sangat ditentukan oleh pedagang dari Kupang. Namun, mereka juga tidak berani menjual langsung ke Kupang karena khawatir akan mengalami kesulitan saat menjual. Selain itu, diperlukan biaya dan waktu yang lebih lama. Sementara mereka juga harus segera kembali ke desa untuk melakukan pembelian komoditas yang diusahakannya. Oleh karena itu, walaupun ditawar dengan harga murah, mereka tetap menjual barangnya daripada harus membawanya kembali ke desa.
Perjalanan dari Dusun Misum ke Pasar Oesao ditempuh dalam waktu sekitar dua jam dengan ongkos Rp10.000/orang/satu kali jalan. Sedangkan dari Pasar Oesao ke Pasar Inpres di Kota Kupang hanya sekitar satu jam dengan ongkos Rp5.000/orang/sekali jalan. Kehidupan petani di dusun ini cenderung semakin sulit, harga berbagai komoditas yang diusahakan cenderung turun, sebaliknya harga berbagai kebutuhan pokok di desanya cenderung meningkat. Misalnya, saat ini harga beras dan minyak tanah (untuk penerangan karena aliran listrik sering mati) di desa ini adalah Rp4.500/kg dan Rp3.500/liter, sedangkan di Pasar Oesao harga beras hanya Rp4.000/kg dan harga minyak tanah di Kupang hanya Rp2.500. Untuk memasak masyarakat umumnya menggunakan kayu bakar

Sebagaimana dinyatakan oleh Hutabarat dan Rahmanto (2004), petani-petani hortikultura umumnya tidak memiliki informasi yang memadai tentang keadaan pasar dan teknologi pascapanen dan pengolahnnya untuk menampung kelebihan pasokan sehingga pada saat berikutnya mereka menyesuaikan penyesuain produksi. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi pedagang-pedagang apapun bentuknya, untuk menguji kekuatannya. Dengan kekuatan seperti itu mereka dapat menekan harga yang mereka bayarkan kepada petani serendah mungkin, karena petani jumlahnya relatif banyak dan mereka tidak bersatu, sehingga pasarnya tidak bersaing sempurna melainkan bersifat oligopsoni. Ciri-ciri dari pasar ini adalah beranekaragamnya mutu produk dan langkanya informasi lengkap, tetapi ciri yang paling utama yang membedakannya dari bentuk pasar yang lain adalah besarnya proporsi komoditas yang dibeli oleh beberapa pedagang besar. Karena besarnya pedagang sangat sedikit, maka terciptalah keadaan saling tergantungan diantara mereka.
Dari uraian tentang struktur pasar hortikultura secara umum dapat ditunjukkan bahwa struktur pasar ditngkat produsen cenderung oligopsoni dimana terdapat banyak petani yang menjual berbagai macam barang atau komoditas sayuran maupun buah-buahan. Pedagang lebih menguasai informasi mengenai harga, biaya dan kondisi pasar jika dibandingkan dengan petani. Dari keadaan umum struktur pasar hortikultura yang tergambar diatas dapat dikatakan bahwa struktur pasarnya berada dalam pasar persaingan tidak sempurna.
Irawan (2003) menyatakan bahwa pasar produk hortikultura membentuk segmen-segmen pasar spesifik menurut daerah dan kelompok konsumen akibat jenis komoditas dan preferensi konsumen yang beragam. Besarnya volume permintaan pada setiap segmen pasar seharusnya menjadi acuan bagi petani dalam merencanakan jenis komoditas dan banyaknya produksi yang harus dihasilkan menurut kualitasnya. Dengan kata lain informasi tentang segmen pasar yangmenyangkut jenis komoditas, lokasi pasar, volume permintaan dan kualifikasi mutu yang dibutuhkan konsumen sangat diperlukan petani untuk merencanakan produksinya. Namun informasi ini pada umumnya masih sulit diperoleh petani karena belum ada lembaga tertentu yang mengumpulkan dan mensosialisasikannya secara efektif kepada petani.
Analisis elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui persentasi perubahan harga ditingkat produsen akibat perubahan harga ditingkat konsumen. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa pada umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil daripada satu, artinya volume dan harga input konstan maka perubahan nisbi harga ditingkat pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga ditingkat petani. Selain menunjukkan besarnya perubahan harga ditingkat petani dan pengecer, nilai elastisitas transmisi harga juga dapat menyatakan tingkat kompetisi suatu pasar, penampakan atau struktur pasar yang terbentuk.

KESIMPULAN

1. Untuk menghindari fluktuasi harga yang sangat tinggi pada komoditas hortikultura maka informasi pasar tentang segmen pasar yang menyangkut jenis komoditas, lokasi pasar, volume permintaan dan kualifikasi mutu yang dibutuhkan konsumen sangat diperlukan petani untuk merencanakan produksinya. Dengan dukungan teknologi, keterampilan dan sarana pendukung lainnya pedaganglah yang menjadi penentu mutu produk petani. Faktor-faktor ini merupakan indikator kekuatan oligopsoni pedagang. Karena mereka yang menjadi penentu harga produk tersebut, sementara petani hanya menjadi penerima saja.
2. Perlunya membangun jaringan informasi komoditas hortikultura utama dan menyebarluaskannya ke masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, yang mencakup volume produk yang keluar masuk wilayah. Pencatatan dan penyebarluasan informasi harga yang saat ini berjalan perlu ditingkatkan, sehingga minimal meliputi harga pada saat puncak dan lesunya transaksi komoditas setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2003. Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Hastuti, E.L. 2004. Kelembagaan Pemasaran dan Kemitraan Komoditi Sayuran. Jurnal Social Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol. 4. No. 2. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. hal 116 – 123.
Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Press). Malang. 249 hal.
Hutabarat, B dan B. Rahmanto. 2004.Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal Social Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol. 4. No. 1. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. hal 45 – 56.
Irawan, B. 2003. Membangun Agribisnis Hortikultura Terintegrasi dengan Basis Kawasan Pasar. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol 21 No. 1, Juli 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. hal 67 – 82.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar